Disamarqand
ini ada seorang ulama besar bernama Syekh Jamalluddin Jumadil Kubra,
seorang Ahlussunnah bermazhab syafi’I, beliau mempunyai seorang putera
bernama Ibrahim, dan karena berasal dari samarqand maka Ibrahim kemudian
mendapatkan tambahan nama Samarqandi. Orang jawa sukar menyebutkan
Samarqandi maka mereka hanya menyebutnya sebagai Syekh Ibrahim
Asmarakandi.
Syekh
Ibrahim Asmarakandi ini diperintah oleh ayahnya yaitu Syekh Jamalluddin
Jumadil Kubra untuk berdakwah ke negara-negara Asia. Perintah inilah
yang dilaksanakan dan kemudian beliau diambil menantu oleh Raja Cempa,
dijodohkan dengan puteri Raja Cempa yang bernama Dewi Candrawulan.
Negeri
Cempa ini menurut sebagian ahli sejarah terletak di Muangthai. Dari
perkawinan dengan Dewi Candrawulan maka Syekh Ibrahim Asmarakandi
mendapat dua orang putera yaitu Sayyid Ali Rahmatullah dan Sayyid Ali
Murtadho. Sedangkan adik Dewi Candrawulan yang bernama Dewi Dwarawati
diperisteri oleh Prabu Brawijaya Majapahit. Dengan demikian keduanya
adalah keponakan Ratu Majapahit dan tergolong putera bangsawan atau
pangeran kerajaan. Para pangeran atau bangsawan kerajaan pada waktu itu
mendapat gelar Rahadian yang artinya Tuanku, dalam proses selanjutnya
sebutan ini cukup dipersingkat dengan Raden.
Raja
Majapahit sangat senang mendapat isteri dari negeri Cempa yang wajahnya
dan kepribadiannya sangat memikat hati. Sehingga isteri-osteri yang
lainnya diceraikan, banyak yang diberikan kepada para adipatinya yang
tersebar di seluruh Nusantara. Salah satu contoh adalah isteri yang
bernama Dewi Kian, seorang puteri Cina yang diberikan kepada Adipati
Ario Damar di Palembang.
Ketika
Dewi Kian diceraikan dan diberikan kepada Ario Damar saat itu sedang
hamil tiga bulan. Ario Damar menggauli puteri Cina itu sampai si jabang
bayi terlahir kedunia. Bayi yang lahir dari Dewi Kian itulah yang
nantunya bernama Raden Hasan atau lebih dikenal dengan nama “ Raden
Patah “, salah satu seorang daru murid Sunan Ampel yang menjadi Raja di
Demak Bintoro.
Kerajaan
Majapahit sesudah ditinggal Mahapatih Gajah Mada dan Prabu Hayam Wuruk
mengalami kemunduran Drastis. Kerajaan terpecah belah karena terjadinya
perang saudara. Dan para adipati banyak yang tidak loyal dengan keturunan Prabu Hayam Wuruk yaitu Prabu Brawijaya Kertabumi.
Pajak
dan upeti kerajaan tidak ada yang sampai ke istana Majapahit. Lebih
sering dinikmati oleh para adipati itu sendiri. Hal ini membuat sang
Prabu bersedih hati. Lebih-lebih lagi dengan adanya kebiasaan buruk kaum
bangsawan dan para pangeran yang suka berpesta pra dan main judi serta
mabuk-mabukan. Prabu Brawijaya sadar betul bila kebiasaan semacam ini
diteruskan negara/kerjaan akan menjadi lemah dan jika kerajaan sudah
kehilangan kekuasaan betapa mudahnya bagi musuh untuk menghancurkan
Majapahit Raya.
Ratu
Dwarawati, yaitu isteri Prabu Brawijaya mengetahui kerisauan hati
suaminya. Dengan memberanikan diri dia mengajukan pendapat kepada
suaminya. Saya mempunyai seorang keponakan yang ahli mendidik dalam hal
mengatasi kemerosotan budi pekerti, kata Ratu Dwarawati.
Betulkah?
Tanya sang Prabu . Ya, namanya Sayyid Ali Rahmatullah, putera dari
kanda Dewi Candrawulan di negeri Cempa. Bila kanda berkenan saya akan
meminta Ramanda Prabu di Cempa untuk mendatangkan Ali Rahmatullah ke
Majapahit ini.
Tentu saja aku merasa senang bila Rama Prabu di Cempa Berkenan mengirimkan Sayyid Ali Rahmatullah ini kata Prabu Brawijaya.
ok
BalasHapus